Minggu, 02 November 2014


Isbal dan jenggot


Allah ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya shallallaahu’alaihi wasallam. Dan diantara bentuk ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah memakai kain di atas mata kaki dan memelihara jenggot.. Adapun hukum asal memakai kain dan perhiasan adalah mubah, dan tidak diharamkan kecuali jika ada dalil yang menunjukkannya. Allah ta’ala berfirman :

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Al A’raaf : 32 )
Namun Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan ketentuan dalam memakai kain agar tidak menjulur ke bawah mata kakinya karena hal itu dilarang dan termasuk perbuatan dosa. Adapun kain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ujung kainnya sampai ke tengah betisnya, ke atas sedikit atau di bawah tengah betis sampai kedua mata kakinya. Diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :

Dari Utsman bin ‘Affaan radhiyallaahu ‘anhu berkata : ” Kain Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sampai ke tengah betisnya.” (HR. Muslim) Dan sabda beliau : “Kainnya seorang muslim adalah sampai ke tengah betisnya.” (HR Ahmad dan Abu Uwanah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” Kainnya seorang mu’min sampai otot betisnya, kemudian ke tengah betisnya kemudian sampai ke kedua mata kakinya, dan yang di bawahnya (di bawah mata kaki) maka dia di neraka.”
Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata : Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam bersabda : ” Kainnya seorang mu’min adalah sampai kedua betisnya, tidak mengapa antara betis dengan dua mata kaki..” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Kain itu sampai setengah betis.” Ketika dilihatnya hal itu memberatkan kaum muslimin, beliau bersabda : “Sampai kedua mata kakinya, tidak ada kebaikan apa yang ada di bawah kedua mata kaki.”
Dan hadits-hadits tentang larangan isbal (memakai kain di bawah mata kaki) sampai derajat mutawatir secara ma’nawi dalam kitab shahih, sunan juga masanid dan yang lainnya. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbaad hafidhahullah (Ulama dan Muhadits Madinah sekarang ini) ketika ditanya tentang menjulurkan kain melebihi mata kaki dengan tidak sombong, maka beliau menjawab : Isbal itu buruk meski tidak sombong dan jika dibarengi kesombongan maka itu lebih buruk.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Amr bin Maimun radhiyallahu’anhu bahwa ketika Khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu’anhu ditusuk perutnya ketika sholat shubuh oleh Abu Lu’luah Al Majusi budaknya sahabat Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu,
kemudian diangkat ke rumahnya kemudian diberi minum air kurma dan diminumnya maka keluar dari tenggorokannya, kemudian diberi air susu maka beliau meminumnya dan keluar dari lukanya. Banyak manusia memujinya dan datanglah seorang anak muda dan berkata : “Bergembiralah wahai Amirul Mu’minin dengan berita gembira dari Allah untukmu, dari bersahabat dengan Rasulullah
shallallaahu’alaihi wasallam dan apa yang baktikan untuk islam apa engkau telah lakukan kemudian engkau berkuasa dan berlaku adil serta mendapatkan syahadah (mati syahid).” Beliau menjawab : “Saya berharap hal itu cukup untukku (impas)” Ketika anak muda itu pergi dilihatnya kainnya menyentuh tanah, kemudian beliau berkata : Kembalikan anak muda itu kepadaku.” Dan beliau berkata : ” Wahai anak saudaraku ! Angkat kainmu maka itu lebih kekal untuk pakaianmu dan lebih suci untuk Rabbmu.”
Maka betapa perhatian beliau terhadap kain yang menjulur melewati mata kaki (isbal) padahal dalam kondisi terluka parah, karena isbal merupakan dosa besar yang Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam mengancamnya dengan api neraka. Wallaahu a’lam bi shawaab.

Penampilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup
telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di
atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
فَإذَِا هُوَ رَسُوْلُ لله « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى » : سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أنََا أمَْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إذَِا إنِْسَانٌ خَلْفِي يَقوُْلُ
فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ « ؟ أمََّا لكََ فِيَّ أسُْوَة » : صَلىَّ لله عَليَْهِ وَسَلمََّ فَقلُْتُ : يَا رَسُوْلَ لله إنَِّمَا هِيَ بُرْدَة مَلْحَاءُ) قَالَ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang
berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu,
karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergarisgaris
hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak
menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di
pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al
Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang
salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ ◌ْ هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga,
boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat
Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah Ta’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ للهَِّ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو للهََّ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ للهَّ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki (Isbal)
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami bagi menjadi dua
bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’ pada Bab Satrul ‘Awrot.
Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا ينَظْرُ للهَّ إلِىَ منَْ جرَ ثوَْبهَ خيُلَاءَ “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR.
Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ للهَُّ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya
pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ للهَُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak
disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,
خَابُوا وَخَ سِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ للهَّ “Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang
melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 306). Orang yang isbal (musbil)
adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki.
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan masing-masing memiliki
konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di
atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus
pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan
tidak akan disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa
besar.

Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong. Maka ini juga
dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan
semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits
muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus
pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri
yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits
yang dimaksud sebagai berikut.
إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ - أوَْ لا جُنَاحَ - فيِمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أسَْفَلَ مِ نَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ
بطَرَاً لمَ ينَظْرُِ للهَّ إلِيَهْ “Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara
setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya
di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat
kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-. Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan hukuman. Wallahu a’lam bish showab. Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua. Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki? Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut. Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi. Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap
bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan
kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata
kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun
jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab
(siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari
kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena
sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana
dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?!
Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang
samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk
membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus
kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan
ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548).

Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ للهَّ “Barangsiapa yang menta'ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu
melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54)
Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah
nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati
para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk
(dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu
Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh
Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu
Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ لله صَلىَّ لله عَليَْهِ وَ سَلمََّ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku
mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat
Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan
sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di
ujung kematian masih memperingatkan hal ini.
Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al
Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat
menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar
dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal).
Lalu Umar berkata,
رُدُّوا عَلَىَّ الْغُلاَمَ
“Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata,
ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ،
“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan
pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.”
Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang
mengatakan ‘kok masalah celana saja dipermasalahkan?’ Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya.
Kita menekankan masalah ini karena salaf (shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita
dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah-
2TAdapun tentang memelihara jenggot maka berikut ini dalil-dalilnya :
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab shahihnya dan yang lainnya dari Abdullah bin Umar 0Tradhiyallaahu’anhuma0T berkata : Telah bersabda Rasulullah 0Tshallallaahu’alaihi wasallam0T : ” Waffiru (biarkan) jenggot dan rapikanlah kumis.” Dalam riwayat lain :”Rapikan kumis dan a’fuu (biarkan) jenggot” dalam riwayat lain : ” Anhikuu (rapikan) kumis dan biarkan jenggot.”
Jenggot adalah rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan janggut. Berkata Ibnu Hajar: waffiru yakni dibiarkan menjulur, dan I’faaul lihyah artinya : biarkanlah apa adanya. Dan
menyelisihi orang-orang musyrik dijelaskan dengan hadits Abu Hurairah
radhiyallaahu’anhu : Bahwa orang musyrik membiarkan kumis-kumis mereka dan mencukur jenggot-jenggot mereka, maka selisihilah mereka, biarkanlah jenggot dan rapikanlah kumis.” (HR. Bazzaar dengan sanad hasan). Dan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam : “Selisihilah orang Majusi.” Karena mereka memendekkan jenggot mereka dan memanjangkan kumis mereka. Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata : Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam menyebutkan orang Majusi maka beliau bersabda : “Mereka memanjangkan kumis dan mencukur jenggot mereka, maka selisihilah mereka.”. Dan riwayat Ibnu Hibban juga dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam bersabda : ” Diantara fitrah Islam adalah : memotong kumis dan membiarkan jenggot, sesungguhnya orang Majusi membiarkan kumis dan memotong jenggot mereka maka selisihilah mereka, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot kalian.”. dalam shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma dari Nabi shallallaahu’alaihi wasallam bersabda : “Kita diperintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan jenggot.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Diharamkan mencukur jenggot. Berkata Imam Qurtubi : Tidak boleh mencukurnya (jenggot), mencabutnya dan mengguntingnya. Abu Muhammad Ibnu Hazm menyebutkan ijma’ bahwa memotong kumis dan memanjangkan jenggot adalah wajib. Beliau berdalil dengan hadits Ibnu Umar : “Selisihilah orang musyrik, potonglah kumis dan panjangkan njenggot.” Dan hadits Zaid bin Arqam yang marfu’ : “Barang siapa yang tidak memotong kumisnya maka bukan termasuk golongan kami.” Dishahihkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya. Dalam kitab Al Furu’ : Ungkapan ini menurut ulama kami menunjukkan haram. Dalam kitab Al Iqna’ : Diharamkan untuk dicukur. Dan diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma dari Nabi shallallaahu’alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang mencukur rambut (jenggotnya) maka tidak ada baginya bagian di sisi Allah.” Berkata Zamahsyari : Yakni mencukurnya dari pipi atau menyemirnya dengan warna hitam. Berkata (Ibnul Atsir) dalam Nihayah : mencukurnya dari pipi atau mencabutnya atau menyemirnya dengan warna hitam.
Maka dari dalil-dalil di atas sudah cukup kiranya untuk menunjukkan haramnya mencukur jenggot karena hal tersebut menyelisihi sunnah Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam dan mengikuti kepada hawa nafsu juga menyerupai orang-orang yang dilaknat dan dimurkai Allah ta’ala.
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (Al Maa’idah : 77)
“Dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, Sesungguhnya kamu -kalau begitu- termasuk golongan orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah : 145 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar